Pemerintah China diduga mengerahkan para nelayan Pulau Hainan untuk
menjadi milisi dalam sengketa wilayah dengan Filipina di kawasan Laut
China Selatan. Mereka beroperasi dengan metode gerilya berkedok sipil
untuk menduduki dan membangun pulau buatan di sejumlah terumbu karang
yang dipersengketakan.
Kebanyakan nelayan menolak berbicara kepada ABC namun seorang
kapten kapal nelayan bersedia bicara sepanjang namanya tidak disebutkan.
Dia mengaku baru saja kembali setelah dua bulan berada di Kepulauan Spratly.
“Tidak mungkin kami pergi ke sana kalau Pemerintah tidak menanggung
biaya sekitar 20 ribu dollar setiap kali ke sana. Kami akan dibayar
hanya jika bersedia ke sana 4 kali dalam setahun,” katanya.
“Kami tidak mendapatkan uang dari menangkap ikan,” tambah sang kapten.
Dia mengaku kegiatannya itu sangat berisiko. “Pada tahun 1998 di
kawasan Scarborough saya ditahan oleh petugas Filipina bersama 60
nelayan China lainnya dari 4 kapal,” jelasnya.
“Kami ditahan selama 6 bulan sampai Kedutaan China menebus bayaran untuk membebaskan kami,” katanya.
Laporan menyebutkan Pemerintah China menyiapkan 100 kapan nelayan dan melatih para krunya.
Untuk bisa mencapai wilayah yang lebih jauh dan bertahan di sana
lebih lama, China belum lama ini memodernisasikan 27 kapal nelayan yang
lebih besar dilengkapi dengan navigasi satelit.
Misinya saat ini adalah menduduki dan membangun pulau-pulau buatan
di kawasan Scarborough Shoal, yang hanya berjarak 200 kilometer dari
Filipina.
Begitu pulau buatan di lokasi ini selesai, maka China akan memiliki
tiga posisi strategis dan kontrol sepenuhnya atas Laut China Selatan.
Wilayah yang akan dikuasai China tersebut mencakup Paracel Islands
di utara, Spratly Island di selatan, serta Scarborough di timur.
Kini Filipina berupaya keras menghentikan langkah China tersebut melalui peradilan internasional.
Namun menurut Yan Yan, wakil direktur National Institute for the
South China Sea, mengatakan China tidak akan terikat oleh keputusan dari
peradilan seperti itu.
“Posisi China sangat konsisten dan tegas dan mereka tidak akan
menerima atau berpartisipasi dalam kasus yang disidangkan,” katanya.
Seorang nelayan bernama Huang Xin Biao yang sering beroperasi di Laut China Selatan menyatakan China tidak akan mengalah.
“Filipina menganggap itu wilayahnya dan mereka biasa memukuli kami.
Padahal ini adalah wilayah kami, nenek moyang kami mencari ikan di sini
sejak dahulu. Ayah saya meninggal di laut. Kami telah banyak
berkorban,” ujarnya kepada ABC.
Kaum nelayan China berkontribusi besar dalam berdirinya Republik
Rakyat China. Dalam kunjungannya belum lama ini, Presiden Xi Jinping
memerintahkan kaum nelayan untuk melanjutkan perjuangan mereka
menjadikan China sebagai kekuatan maritim besar.
Sumber : [tribunnews]
No comments:
Post a Comment